Thursday, 21 June 2018

Sedulur jowo neng Groningen


Pisanan sing kudu dikandhakke menawa tulisan iki sengojo ditulis nganggo boso jowo-ngoko (karo boso Indonesia) supoyo sedulur-sedulur keturunan jowo-suriname iso melu moco tulisan iki. Tulisan cekak sing isine pengalaman pasuduluran karo wong jowo-suriname sing urip neng Groningen nagari Londo.

Pertamakali yang perlu disampaikan adalah bahwa Tulisan ini ditulis dalam bahasa jawa-ngoko (dan bahasa Indonesia) supaya saudara-saudara keturunan jawa-suriname bisa menikmati tulisan ini juga. Sebuah tulisan pendek tentang pengalaman kami berinteraksi dengan orang jawa suriname di belanda khususnya di Groningen.



Groningen mbiyen kui salah siji neng kutho kang dadi tujuanne uwong-uwong keturunan Jowo-Suriname sing milih manunggal karo Londo pas arep kamardikan Negoro Suriname seko Londo taun 1975. Amarga kui gampang olehe ketemu wong jowo-suriname neng Groningen.
Groningen adalah salah satu kota tujuan imigrasi orang-orang jawa suriname yang memilih berintegrasi dengan Belanda menjelang kemerdekaan Negara Suriname dari Belanda pada tahun 1975. Oleh karena  menjumpai orang-orang keturunan jawa suriname bukanlah hal yang sulit.

Koyo kulinane wong jowo, aku ngundang wong-wong kui koyo pakdhe, budhe utowo simbah. Ono pakdhe Archie sing lagi sibuk ngemong putune, ono pakdhe Herman karo budhe Ari sing usaha catering, utowo pakdhe Dakir karo budhe Sumini sing lagi pension seko pagaweane. Sak tenane isih akeh pakdhe-budhe sing aku kenal, ananging sing paling cedhak yo kui.
Sebagaimana kebiasaan orang jawa , kami biasanya memanggil mereka seperti pakdhe, budhe atau eyang. Ada pakdhe Archie yang sedang sibuk memelihara cucu barunya, ada pakdhe herman beserta budhe ari yang pengusaha catering, atau ada pula pakdhe dakir dan bu Sumini yang baru saja pension. Sebenarnya masih banyak pakdhe dan budhe lain yang kami kenal, tapi memang merekalah yang paling intens bergaul dengan kami.

Ono cerita lucu, nalika salah sijining kamar seko omahe salah siji pakdhe kui arep disewo karo mahasiswa Indonesia. Mahasiswa kui isane ngomong nganggo bahasa Inggris karo boso Indonesia. Liya kadadean, pakdhe kui isane nganggo boso Londo karo …..boso jowo! Akhire  kepeksane kudu nggolek penerjemah boso Indonesia ning boso jowo. Hahahha. Isih ono cerita lucu meneh sing ono raketanne karo boso jowo. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia sawetara wektu arep nggawe acara. Acara kui butuh keyboard sing arep dijupuk neng omahku. Nah, ono pakdhe sing seko jowo-suriname kui nduwe oto arep dingo njupuk keyboard. Aku wis ngiro, mesti antara pakdhe karo mahasiswa sing arep njupuk keyboard kui do ora omongan. Mbasan tekan omahku, antarane pakdhe karo aku ngomong nganggo boso jowo, mahasiswa sing asale seko Jawa Timur kui ndomblong ra ngiro. Hahaha….
Salah satu pengalaman lucu, adalah ketika salah satu kamar dari rumah dari pakdhe tersebut mau disewa oleh mahasiswa Indonesia. Rupanya mahasiswa tersebut hanya bisa bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Disisi lain, pakde ini hanya bisa berbicara bahasa Belanda dan ….bahasa jawa! Yah terpaksalah cari mahasiswa Indonesia yang bisa jawa. Hahaha. Masih ada cerita lucu lagi tentang bahasa jawa ngoko ini. Suatu hari, mahasiswa-mahasiswa Indonesia mau bikin acara. Dan acara itu membutuhkan keyboard yang akan diambil  dari rumah saya. Kebetulan salah satu padhe jawa-suriname ini punya mobil untuk mengambil kdeyboard itu. Saya menduga tidak banyak  komunikasi saat dalam perjalanan menuju rumah saya. Yang jelas, saat saya berbincang dengan pakdhe itu dengan bahasa jawa-ngoko, kontan anak mahasiswa yang dari jawa timur terbengong-bengong keheranan. Hahaha….

Isih ono siji maneh cerita   lucu naliko nekani lemah leluhure neng jowo. Wektu salah sijineng keluarga jowo-suriname iku preinan neng Indonesia. Miturut pituture simbah mbiyen, nek mbah buyute asale seko ndeso Godean Ngayogyakarta. Mulo  diparani ndeso Godean kui. Tekan pasar Godean, podho bingung. Kok bingung, pakdhe? Pitakonku. Jebulane podho ora ngiro sing jenenge ndeso Godean kui jembare seprapate propinsi Groningen! Hoalahhhh….
Masih ada cerita lucu lagi tentang apa yang terjadi bila mereka mengunjungi tanah leluhurnya di Jawa. Pada suatu kesempatan ada salah satu keluarga jawa-suriname ini liburan ke Indonesia. Berbekal informasi dari kakek-neneknya dulu bahwa kakek nenek buyutnya berasal dari Desa Godean Yogyakarta, mereka menuju ke daerah itu. Mereka bercerita kalau sesampai di pasar Godean, mereka kebingungan. Kenapa? Tanya saya. Mereka tidak mengira ternyata yang namanya  desa Godean itu luasnya seperempatnya provinsi Groningen! Hoalahhhh …..


Siji meneh sing podho karo awake dhewe sing urip neng jowo, naliko sedulur jowo-suriname iki do ngumpul. Mangan-mangan karo karaokenan tembang campursari! Panganan sing ditawakke ono gudangan, soto bening, sambel goreng kentang karo…..dawet. Meriah koyo jagongan neng  ndeso, pokokmen. Neng ngisor iki ono video sing isine kumpulan sedulur –sedulur jowo-suriname neng Groningen. Bedankt
Satu lagi hal yang menarik apabila mereka berkumpul. Ternyata sama dengan kita yang tinggal di Jawa; makan-makan dan karaoke-an lagu-lagu campursari! Makanan yang disajikanpun tradisional, ada gudangan, soto bening, sambal goreng kentang dan…. dawet.  Meriah pokoknya, serasa sedang jagongan di desa. Dibawah ini ada video tentang kehidupan orang-orang jawa-suriname di Groningen dalam twee-minuten. Bedankt (BRT)


Sunday, 17 June 2018

Wisata sambil Jualan di Oosterport Jaarmarkt


Menghabiskan liburan weekend tidak mesti menghabiskan uang. Jaarmarkt (pasar tahunan) yang diselenggarakan di Oosterport-Groningen tidak hanya  menjadi sarana rekreasi  keluarga tapi juga untuk meraup untung.



Bila kita wisata di Belanda jangan lewatkan pasar tahunan di tiap-tiap kota. Kali ini di Oosterport, sebuah wilayah di daerah Groningen, menyelenggarakan jaarmarkt atau pasar tahunan. Diselenggarakan oleh pengurus lingkungan setempat (Oosterportbuurt), sepanjang jalan meeuwerderweg ditutup untuk acara tahunan ini.

Bagi keluarga Belanda, menjual barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi bukanlah hal asing. Barang-barang yang masih bisa dipakai hingga berkatagori  ‘antik’ bisa mudah didapat dari berbagai rumah tangga. Keluarga-keluarga tersebut biasanya menggunakan event-event seperti hari kemerdekaan, pasar natal, maupun pasar tahunan seperti ini. Semangat untuk mengolah dan menggunakan barang-barang bekas sehingga meminimalisir sampah, rupanya ditanam dalam tradisi keluarga. Ada semangat lain yang patut ditiru saya kira, bagaimana anak-anak diajari menghasilkan uang dari usaha mereka sendiri. Maka jangan heran pula bila dalam acara-acara seperti ini, akan banyak ditemui anak-anak yang berjualan mainan, cd, buku dan lain-lainnya.

Kami termasuk yang tertarik menerapkan konsep ini dalam keluarga. Bangun pagi, menyiapkan barang-barang yang akan dijual dan ‘Let’s go’ menuju lokasi. Sampai lokasi, ternyata sudah banyak tenda-tenda yang terpasang. Beberapa bahkan telah menggelar lapaknya. Ternyata kewalahan juga mencari panitia penyelenggara. Sepeda kami penuh dengan muatan, rasanya kesusahan mencari panitia. Belum lagi kami mendapat lokasi untuk menggelar lapak kami. Dalam website disebutkan, kalau ingin berjualan barang bekas, cukup melapor ke panitia dua jam sebelum acara dimulai. Akhirnya setelah ketemu panitia, ibunya anak-anak minta lokasi yang teduh karena kemungkinan akan hujan menurut perkiraan cuaca hari itu. Sedangkan kami bukan penjual professional, nggak punya tenda jualan. Tanpa diduga, sang panitia memberi lokasi yang luar biasa…yaitu di halte bus! Thanks God! Dan dibawah ini ada video “twee minuten” yang bisa dinikmati tentang suasana Jaarmarkt di Oosterport. Tot Ziens! (BRT)


music credit: www.bensound.com

Saturday, 9 June 2018

Kuda om Lukas, simbolnya kota Groningen.

Hampir semua kota di dunia ini mempunyai simbol. Simbol yang unik ternyata juga dimiliki oleh Kota Groningen. Selain Menara Martini, kota ini juga punya simbol yaitu seekor kuda, lebih tepatnya kudanya Om Lukas.


Sebuah catatan Historiek yang mengangkat judul “Het Peerd van Ome Loeks – Symbool van Groningen” menjelaskan asal-usul  mengapa kota Groningen menjadikan kuda ini sebagai symbol. Sebenarnya kuda ini terlebih dahulu disebut-sebut namanya dalam lagu tradisional warga Groningen sekitar tahun 1900-an. Sebuah lagu yang menceritakan kejadian tragis kematian seekor kuda oleh pemiliknya, namun dinyanyikan dengan ketukan dan nada riang gembira ala anak-anak menyambut sinterklas.
Kuda om Lukas di Stationplein Groningen

Meski tidak menyebut namanya secara lengkap siapa “loeks”itu, tapi diduga “loeks”adalah nama panggilan dari Lukas "Loeks" van Hemmen  yang hidup tahun 1876 hingga 1955. Lukas memiliki bar “De Slingerij” di Groningen. Sebagaimana orang kaya di kota, dia juga memiliki kuda pacu yang bernama Appelon. Suatu hari, kuda tersebut menendang perawatnya hingga cedera. Saking marahnya, dipukulah kuda tersebut oleh Lukas dengan kayu hingga mati beberapa hari kemudian. Pada saat mayat kuda tersebut diangkat dan hendak dikuburkan, beberapa anak laki-laki menyanyikan sebuah lagu karangan mereka sendiri dengan irama sebagaimana ketika anak-anak menyambut kedatangan sinterklas. Lagu itulah yang kemudian diberi judul Het Peerd van Ome Loeks yang berarti ’kudanya om Luks’.
Kuda om Lukas di samping Katedral St. Joseph Groningen


 Patung peringatan terhadap kuda ini dan sekaligus  sebagai simbol kota Groningen dapat ditemui di dua tempat yaitu di depan stasiun kereta api Groningen HS dan satu lagi disamping gereja kathedral St. Joseph Groningen. Patung kuda di stationsplein dirancang oleh Jaan de Baat (1921-2010) sedangkan disamping kathedral dirancang oleh Wladimir de Vries (1917-2001). Ada cerita menarik disaat peresmian patung kuda dengan om loeks tahun 1959, seorang anggota dewan kota menolak peresmian ini demikian pula halnya dengan pihak perguruan tinggi juga menganggap tidak etis merayakan kematian seekor kuda secara tragis menurut lagu yang terkenal. Berikut sebuah video dua menit tentang penampilan dua patung kuda symbol kota Groningen dibawah ini. Totzien!(BRT)


Sunday, 3 June 2018

Hengelo Menyanyi


Festival paduan suara   terbesar di Belanda yang  diselenggarakan di  kota Hengelo berlangsung meriah (2 Juni). Menampilkan kurang lebih seratus kelompok paduan suara  dari berbagai penjuru Belanda dipertunjukan pada sembilanbelas panggung. Tambah  meriah lagi, festival kota tahunan ini dibarengkan dengan final lomba paduan suara paling bergengsi di Belanda yaitu Nederlands Koorfestival (NKF).


silahkan baca tentang: Nederlands koorfestival !

Acara yang bertujuan untuk mempromosikan kota Hengelo, sebuah kota di bagian timur Belanda. Kota kecil yang terletak di provinsi Overrijssel ini merupakan jalur utama kereta api Internasional antara Amsterdam ke Hannover di Jerman.  Maka tidak heran, festival ini juga banyak didatangi turis-turis dari negara tetangganya, Jerman.

Panggung-panggung pementasan tidak hanya outdoor saja, untuk pementasan paduan suara yang beraliran klassik dan gospel mengambil tempat di Lambertusbasiliek (basilica santo Lambertus). Yang menarik  adalah pada saat terjadi pemboman kota ini oleh sekutu pada Perang Dunia II, satu-satunya bangunan yang luput dari kehancuran yaitu basilika ini. Pementasan indoor lainnya yaitu final lomba koor NKF yang mengambil tempat di Schouwburg Hengelo.


Layak memang, acara yang dikemas apik oleh pemerintah kota dan didukung oleh cuaca yang indah, benar-benar membuat kota Hengelo seolah-olah bernyanyi. Berikut video suasana kota Hengelo Bernyanyi yang dikemas dalam 'tweeminuten' dibawah ini. Sampai ketemui lagi di agenda kota yang lain! (BRT)


music: www.bensound.com



Praktik Baik Vaksinasi yang Inklusif dan Aksesibel bagi Penyandang Disabilitas

oleh  Buyung Ridwan Tanjung Vaksin COVID-19 kini menjadi kebutuhan penting masyarakat. Untuk itu, baik pemerintah dan masyarakat sipil bahu ...